Elang Jawa di Gunung Gede Terancam Punah

POPULASI elang jawa (Spizaetus bartelsi) di kawasan Gunung Gede-Pangrango, Jawa Barat, terancam punah karena habitatnya terganggu ulah masyarakat sekitar yang masih menggantungkan hidupnya dari sumber daya hutan. Berdasarkan data dari LSM Rainforest Conservation Society (RCS), populasi Elang Jawa saat ini sekitar 70 ekor.

Hal itu dikatakan Ketua RCS Usep. Menurutnya, pola hidup masyarakat yang masih menggantungkan hidup dari sumber daya hutan maupun yang tidak menjaga kebersihan di kawasan Gunung Gede-Pangrango bisa menjadi suatu ancaman penurunan populasi Elang Jawa.

Selain faktor manusia, terancam punahnya populasi elang jawa diakibatkan terganggunya siklus pola makan. Seperti tidak adanya tikus hutan, bajing, katak, maupun ular yang merupakan makanan sehari-harinya. Oleh karena itu, Usep mengaku RCS bersama Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) berupaya mencegah penangkapan hewan-hewan langka. (BK/N-4)

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/read/2011/08/01/246718/76/20/Elang-Jawa-di-Gunung-Gede-Terancam-Punah

Spesies asli di Pulau Jawa

Burung Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) merupakan salah satu spesies elang berukuran sedang yang endemik (spesies asli) di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia. Pertama kali saya menyaksikan penampakan burung Elang Jawa secara langsung pada pertengahan tahun 2005 di sekitar Air Tiga Rasa di Gunung Muria Jawa Tengah. Sayang, sampai sekarang saya belum berkesempatan untuk menyaksikannya untuk yang kedua kali.

Secara fisik, Elang Jawa memiliki jambul menonjol sebanyak 2-4 helai dengan panjang mencapai 12 cm, karena itu Elang Jawa disebut juga Elang Kuncung. Ukuran tubuh dewasa (dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 60-70 sentimeter, berbulu coklat gelap pada punggung dan sayap. Bercoretan coklat gelap pada dada dan bergaris tebal coklat gelap di perut. Ekornya coklat bergaris-garis hitam.

Ketika terbang, Elang Jawa hampir serupa dengan Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) bentuk terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil. Bunyi nyaring tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suara Elang Brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya.

Gambaran lainnya, sorot mata dan penglihatannya sangat tajam, berparuh kokoh, kepakan sayapnya kuat, berdaya jelajah tinggi, dan ketika berdiam diri sosoknya gagah dan berwibawa. Kesan “jantan” itulah yang barangkali mengilhami 12 negara menampilkan sosok burung dalam benderanya. Bersama 19 negara lain, Indonesia bahkan memakai sosoknya sebagai lambang negara dengan burung mitologis garuda

Populasi burung Elang Jawa di alam bebas diperkirakan tinggal 600 ekor. Badan Konservasi Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengategorikannya terancam punah. Konvensi Perdagangan Internasional untuk Flora dan Fauna yang Terancam Punah memasukkannya dalam Apendiks 1 yang berarti mengatur perdagangannya ekstra ketat. Berdasarkan kriteria keterancaman terbaru dari IUCN, Elang Jawa dimasukan dalam kategori Endangered atau “Genting” (Collar et al., 1994, Shannaz et al., 1995). Melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional, Pemerintah RI mengukuhkan Elang Jawa sebagai wakil satwa langka dirgantara.

Habitat burung Elang Jawa hanya terbatas di Pulau Jawa, terutama di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan.

Bahkan saat ini, habitat burung ini semakin menyempit akibat minimnya ekosistem hutan akibat perusakan oleh manusia, dampak pemanasan global, dan dampak pestisida. Di Jawa Barat, Elang Jawa hanya terdapat di Gunung Pancar, Gunung Salak, Gunung Gede Pangrango, Papandayan, Patuha dan Gunung Halimun.

Di Jawa Tengah Elang Jawa terdapat di Gunung Slamet, Gunung Ungaran, Gunung Muria, Gunung Lawu, dan Gunung Merapi, sedangkan di Jawa Timur terdapat di Merubetiri, Baluran, Alas Purwo, Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru, dan Wilis.

Keberadaan burung Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) di Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo, Jawa Timur

MALANG- Keberadaan burung Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) di Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo, Jawa Timur, terancam punah. Hasil survei ProFauna Indonesia, saat ini diperkirakan jumlahnya tinggal dua ekor saja.

Chairman Profauna Indonesia, Rosek Nursahid menyebutkan, bila dibandingkan dari hasil pemantauan tahun 1997, saat ini jumlahnya menurun drastis. "Pada tahun 1997, masih terlihat sekitar 6 ekor Elang Jawa yang terbang di kawasan Rahura R. Soerjo. Kini, tinggal dua ekor saja," ujar Rosek

Pada tahun 1993, Elang Jawa telah ditetapkan sebagai burung nasional. Sehingga merupakan jenis satwa yang dilindungi keberadaannya di alam bebas. Penetapan ini, dikarenakan burung jenis tersebut mulai langka. Selain itu, Elang Jawa juga dianggap mirip dengan Burung Garuda, yang menjadi lambang negara.

Rosek menyebutkan, penurunan populasi Elang Jawa di Tahura R. Soerjo, lebih disebabkan karena penurunan kualitas habitatnya. Habitat yang rusak membuat mangsa Elang Jawa semakin berkurang. Penggunaan pestisida kimia berlebihan dilahan pertanian yang berbatasan dengan hutan, turut mempengaruhi keberadaannya.

Elang Jawa adalah burung pemburu berukuran sekitar 60 cm. Hidup di hutan primer yang ada di Pulau Jawa. “Dalam rantai makanan, burung ini merupakan top predator. Biasanya memangsa burung-burung besar, dan mamalia seperti ayam hutan, tupai, musang, jelarang dan kelelawar buah,” tuturnya.

Saat ini dia memperkirakan total populasi Elang Jawa tidak lebih dari 400 ekor saja. Apabila populasi dan habitat di Tahura R. Soerjo turut menyusut, tentunya sangat disayangkan. "Sudah seharusnya pemerintah menghentikan laju deforestasi di Pulau Jawa" katanya.

Menurut catatan ProFauna, selain di Tahura R Soerjo, ada beberapa tempat lain di Jawa Timur yang juga menjadi habitat Elang Jawa. Lokasi itu antara lain,  di Pulau Sempu, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Taman Nasional Merubetiri, Taman Nasional Alas Purwa, Lebakharjo, dan Pegungan Hyang dan Kawah Ijen. Elang jawa bisa hidup di hutan primer mulai dari ketinggian 0 meter hingga 3000 meter dari permukaan laut.

"Namun, kami belum mengetahui pasti status populasinya terkini," ujarnya.

Selain faktor rusaknya habitat,dan penggunaan pestisida kimia secara berlebih. Penurunan populasi ini, juga bisa terjadi secara alami. Mengingat, pertumbuhan Elang Jawa sangat lambat. Burung ini dianggap sudah dewasa, apabila berumur 3-4 tahun. Mereka juga hanya berkembang biak satu kali dalam satu atau dua tahun. “Elang Jawa hanya bisa bertelur satu butir saja. Menurut Rosek, telur tersebut akan dierami selama sekitar 47 hari. Setelah anaknya menetas, selama 1,5 tahun akan hidup bersama induknya,” terang Rosek.

(Yuswantoro/Koran SI/ugo)

Sumber : http://news.okezone.com/read/2011/05/27/340/461911/elang-jawa-terancam-punah

Perburuan Liar

Maraknya perburuan liar yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab menyebabkan binatang langka menjadi punah salah satunya Elang Jawa, biasanya pemburu liar memanfaatkan senapan angin, bahkan sebuah jaring untuk menangkap ninatang buruanya.

Dewasa ini pemerintah selalu lambat untuk mengantisipasi ancaman pemburu liar yang menyebabkan Elang Jawa punah, walaupun secara aturan telah ditetapkan. Dampak lain adalah tidak adanya perlindungan yang matang dan kesadaran masyarakat rendah.

Jika dibiarkan terus menerus satwa langka Seperti Elang Jawa dapat dipastikan akan punah dan anak cucu kita tidak dapat melihat kondisi burung itu untuk masa yang akan datang.

Menjadi Simbolis Negara

Taukah anda tentang keberadaan Elang Jawa ? Elang Jawa merupakan sosok burung perkasa, dengan mata yang tajam dan cakarnya yang kuat, Elang sering menjadi simbols sebuah negara karena keperkasaanya. Tak hanya itu Burung Elang Jawa merupakan binatang gagah.

Elang juga menjadi rajanya udara, menjadi salah satu burung yang paling disegani di kelasnya. Elang dikenal sebagai burung pemangsa berukuran besar, memiliki kemampuan terbang yang kuat, sayap yang lebar, paruh yang besar dan tajam.

Belakangan ini burung elang apalagi sejenis elang jawa hanya terdengar kabar, keberadaanya menjadi sebuah misteri dan selalu dinanti oleh pecinta lingkungan.

Di Telan Jaman

Elang Jawa ibarat mutiara yang hilang, lenyap begitu saja dan tanpa jejak. Dapat dipastikan 1000 orang yang lahir diatas tahun 2000 hanya seglintir orang yang pernah melihat elang jawa secara langsung.

Elang jawa seperti ditelan jaman, tersisa gambar dan terkabar pilu adakah mereka (elang jawa) kebali hidup bebas, menikmati indahnya pulau jawa !

Mustahil bin koyol, Sepetinya elang jawa hanya tersisa berapa ekor berapa lama elang jawa harus berkembang biak demi melanggegkan keturnanya ?

Lantas siapakah yang mengancam keberadaan elang jawa, dan siapakah yang patut disalahkan ?